Aku Memilih Setia
Tepuk tangan meriah menggema didalam ruangan setelah aku selesai
bernyanyi. Aku cukup puas karena telah menghibur para peserta dan panitia yang
hadir dalam acara tersebut.
Aku mengembalikan microfon dan berjalan menghampiri
teman-temanku. Sebenarnya tadi agak grogi juga karena saking banyaknya kepala
yang memperhatikanku. Perasaan takut salah, takut lupa dan lain sebagainya
sempat menghantui pikiranku.
“Cieeehh…” goda Tania
“Kenapa Tania? Aku tadi agak gugup loh”
“Kamu keren. Suaramu bagus. Kamu tau aku paling suka kalau kamu
lagi nyanyi karena cengkok-cengkok lagunya dapat banget” Tania mengacungkan 2
jempol didepan wajahku.
“Kamu bisa aja kalau menghibur teman Tan” senyumku
“Aku gak menghibur, ini kenyataan leh” Tania menegaskan
“Oke-oke aku percaya padamu J”.
Aku melirik kearah kiri kanan, mencari-cari pria yang tadi malam
sempat berkenalan denganku. aku ingin memperjelas melihat wajahnya. Tapi tak ku
dapat pria yang ciri-cirinya mirip dengannya. Sepertinya memang dia gak ada.
Yang ku tau, dia berbadan tinggi dan berkulit hitam manis, hehe…
Gula kali yang manis.
*****
Sya, aku dapat nomornya.
Kamu mau kah?
Beneran kah?
Boleh, kirimin dong!
Perasaanku jadi senang begitu mendapat nomor telepon
orang yang pernah menjadi pasanganku malam itu. Entah kenapa aku jadi penasaran
sama dia, ya hanya sekedar pengen tau aja sih J.
Malam ini rasanya bête banget. Ah… Coba aku telpon cowok itu
aja. Barangkali dia gak sibuk.
“Halo” jawab seseorang dari sebrang telpon. Tapi kok
suaranya kayak bapak-bapak. Apa benar dia punya suara begini? Tapi pas malam
itu suaranya bagus-bagus aja kok.
“Halo” kembali terdengar suara dari sebrang.
“Eh, iya halo” suara itu membuyarkan lamunanku.
“Ini siapa? Cari siapa?” tanya suara itu
“Saya Masya. Apa ini benar nomornya Chandra? Chandranya ada?”
tanyaku
“Iya benar. Tapi Chandranya lagi keluar sebentar” jelasnya
“Oh… gitu ya. Saya bicara dengan siapa ya ini?”
“Aku omnya. Ini pacarnya Chandra kah?”
“Bukan om, saya bukan pacarnya. Kami hanya teman” jawabku
menjelaskan
“Teman kah? Kalau pacarnya juga gakpapa kok. Nanti aku salamkan
sama Chandranya atau nanti aku kerumahmu antar jujuran? Rumahmu dimana dek?”
Ehh.. buset. Ini omnya Chandra kok pembicaraannya langsung
mengarah kesana ya. “Hehe Cuma teman kok om, gak lebih”. Senyumku, walau tak
terlihat olehnya.
*****
Setelah kejadian ditelpon beberapa hari yang lalu, membuat
Chandra menghubungiku. Topik yang aku perbincangkan dengan omnya Chandra tempo
hari mampu membuat kami semakin dekat. Kami jadi sering berkomunikasi, bertemu
bahkan hang out bareng.
Hari-hari yang kulalui dengannya tak pernah aku alami sebelumnya
ketika aku bersama pria yang lain. Ada sesuatu yang berbeda darinya. Perasaan
gelisah, khawatir dan tak ingin jauh darinya yang selalu aku rasakan ketika tak
berada didekatnya.
Aku tercengang ketika kata “I LOVE YOU” terucap dari bibirnya.
Seakan tak percaya namun hati ini bahagia mendengar 3 kata tersebut.
“Mau gak kamu jadi pacar aku?”
“OMG Hellow, kamu gak tau kah aku sudah menanti-nantikan kapan
kamu akan mengucapkan kata-kata itu kepadaku”. Kalian yakin aku mengatakan hal
ini kepadanya? Jelas aku tak berucap seperti itu. Tapi aku hanya tersenyum,
memperlihatkan senyum manisku yang mampu membuat orang gila berlari
terpingkal-pingkal karena takut. Eh.. tidak-tidak, senyumku tak seseram itu
juga kali.
“Aku serius. Aku sayang sama kamu dan aku juga cinta sama kamu.
Apa kamu sudi berbagi rasa suka maupun duka bersamaku?” dia lalu mencium
tanganku. Ciiiaahhhhh… kata-katanya so sewot banget :D. eh salah, so sweet
maksudnya hihi.
“Tapi sebelum aku jawab, kamu harus janji satu hal padaku”
“Janji apa?”
“Janji kalau kamu sudah jadi pacarku, kamu gak akan ninggalin
aku” aku mengacungkan jari kelingkingku kearahnya. Dia lalu melingkarkan jari
kelingkingnya ke jari kelingkingku.
“Oke aku janji” jawabnya mantap. Dia kembali menggenggam
tanganku dan menatapku penuh dengan kebahagiaan.
*****
Dimulai sejak saat itu, kemana-mana aku selalu bersama Chandra.
Pulang-pergi sekolah, latihan dan banyak tempat-tempat yang aku singgahi
bersamanya. Semua terasa indah.
“Ciiehhh… Sekarang kemana-mana selalu sama Chandra ya. Kayak lem
sama perangko” goda Tania
“Hehehe… ah Tania bisa aja” aku merasa sedikit malu
“Kamu serasi loh sama Chandra Sya. Aku kadang iri ngeliat
kemesraan kalian. Seakan-akan dunia milik berdua aja” Tania memperlihatkan
wajah cemberutnya
“Ihh.. enggak usah cemberut gitu juga kali Tan. Jealous ya? :p
makanya cari pacar juga dong” ujarku
“Ah… Masya, aku sudah selalu mencoba untuk mencari, tapi semua cowok
yang dekat sama aku gak ada yang sesuai dengan kriteriaku” curhatnya
“Gak sesuai atau kamu terlihat kayak hantu yang nyeremin.
Makanya setiap cowok yang pengen PDKT sama kamu selalu kabur” sindirku
“Masya…” Tania mendekatiku. “Kok kamu tau” kami lalu tertawa.
“Iya tau, aku juga heran kenapa mereka selalu bersikap seperti itu. Ehm.. Apa
ada hubungannya dengan tompel sialan ini ya? Rasanya aku pengen operasi plastik
supaya tompel ini hilang dan wajahku layaknya Soumya Seth seperti di film India itu” Tania keliatan seperti sedang
berfikir keras.
“Hati-hati! kalau jatuh sakit loh. Mengkhayalnya sampe
segitunya”
“Loh, apa salahnya kalau aku berkhayal seperti itu. Bilang aja
kalau kamu takut tersaingi” Tania berusaha membela diri.
“Idih, aku gak kepikiran sampe sana kali Tan” lirikku
Tania adalah sahabat terbaikku. Dia supel, lumayan tajir, ceria,
kocak dan harus ku akui jika dia tidak memiliki tompel dia terlihat lebih
cantik. Tapi kenapa cowok-cowok pada ketakutan ya kalau Tania menggoda mereka.
Aku jadi berkhayal yang tidak-tidak hingga bel masuk kelas membuyarkan
lamunanku.
*****
“Sya, Masya bangun sayang” panggil Chandra
“Iya Sya, bangun. Jangan buat kami khawatir” Tania menangis
karena dia menemukanku sudah tergeletak dilantai.
“Ibu…” aku memanggil ibuku. “Mana ibuku Tania? Mana ibuku
Chandra” aku menanyakan pertanyaan yang sama kepada mereka. Karena sebelum aku
pingsan tadi, yang aku ingat aku sedang menerima telpon dari pihak rumah sakit
dan suster yang mengabarkan kepadaku bahwa ibuku sedang berada di RS. THAFASA
INDAH. Mereka mengatakan kalau ibuku terkena gagal ginjal.
Padahal selama ini yang aku tau ibuku sehat wal’afiat. Tidak ada
penyakit apalagi sampai terkena gagal ginjal seperti yang diberitahukan oleh
pihak rumah sakit itu.
“Kamu tenangkan diri kamu dulu Sya” ucap Tania
Aku mencoba bangkit. “Aku harus temuin ibuku Tan. Chandra tolong
bantu aku” aku mengulurkan tanganku
“Pelan-pelan sayang” Chandra membantuku untuk bangun, begitupun
dengan Tania.
Chandra dan Tania menemaniku ke rumah sakit. Dari jauh ku lihat
sosok wanita paruh baya terbaring lemah dengan bantuan oksigen dihidung. Hatiku
teriris, tak terasa airmataku menetes.
“Bagaimana keadaan ibuku dokter?” tanyaku ketika dokter keluar
dari ruang UGD.
“Kita bicara didalam ya” ajak dokternya. Aku mengikuti dokter
keruangannya disusul dengan Chandra. Sedangkan Tania tetap menunggu diruang
tunggu.
Aku hampir pingsan lagi karena mendengar keterangan dari dokter.
Aku syok, Chandra mengerti dan memegang pundakku.
“Bagimana ini?” tolehku pada Chandra
“Kita cari jalan keluarnya sama-sama ya” bujuk Chandra
“Hanya ada satu cara agar dapat menyembuhkan ibumu” kata dokter
“Apa itu dokter?” tanyaku berbarengan dengan Chandra
“Kita harus cari pendonor ginjal” Saran dokter
“Ambil ginjalku saja dok. Yang penting ibuku selamat” tawarku
pada dokter
“Ginjalku juga dok” Chandra menambahkan
“Kita periksa dulu kecocokannya, mari” ajak dokter
Setelah diperiksa, aku masih khawatir. Dari tadi aku hanya
bolak-balik menunggu hasil yang akan disampaikan oleh dokter. Chandra keliatan
cukup tenang namun diwajahnya rasa khawatir pupn terlihat disana.
“Bagaimana hasilnya dok?” tanya Chandra
“Mohon maaf mba Masya, ternyata ginjal anda tidak cocok dan
ginjal Chandra yang lebih cocok” jelas dokter
“Alhamdulillah”
“Saya tinggal sebentar ya. nanti sekitar jam 2 kita mulai
operasinya” dokter lalu meninggalkan kami
“Aku gak tau musti bilang apa lagi sama kamu Chandra. Makasih
karena kamu sudah mau membantu ibuku. Walaupun kamu tau kalau ibuku tidak suka
pada hubungan kita” aku memeluknya
“Sama-sama sayang. Ini namanya cobaan buat kita. Sudah jangan
berfikir yang enggak-enggak lagi ya. yang penting ibumu bisa sembuh” senyumnya
*****
Operasi berjalan dengan lancar. Perkembangan dari ibuku mulai
terlihat membaik. Aku beranjak dan pergi keruang dimana Chandra dirawat.
Kondisi Chandra mulai menurun semenjak selesai operasi. Namun dokter berhasil
menenangkanku kalau Chandra akan baik-baik saja.
Ketika aku memasuki ruangan senyum Chandra mengembang. Aku
mendekat dan memegang tangan Chandra. Aku berharap dia cepat sembuh agar aku
bisa menjelajah tempat-tempat yang ingin aku datangi bersamanya.
Chandra lah yang aku harapkan saat ini. Dia selalu ada disaat
aku butuhkan. Dialah yang terbaik diantara yang terbaik. Belum sempat aku
berterima kasih padanya, tiba-tiba Chandra menghembuskan nafas terakhirnya lalu
menutup mata.
“Chan, kamu jangan main-main sama aku sayang. Aku tau kalau kamu
sedang mengerjaiku” kembali kuraih tangannya dan tak sengaja memegang denyut
nadinya.
“Yank, sayang kamu gak lagi bercanda kan. Jangan kerjain aku
lagi na” aku mulai panik, lagi-lagi kuperiksa denyut nadinya, tak ada. Ku
dekatkan tanganku dihidungnya. Tak ada nafas yang kurasakan. Aku semakin panik.
Aku berteriak memanggil dokter. Dokter dan perawat segera berlari memasuki
ruangan.
Dokter memeriksa Chandra. Aku mulai menangis dan terus memanggil
namanya. “Dok, Chandra kenapa? Kenapa dia tidak membuka matanya?” aku terisak.
“Bangun sayang. Kamu sudah janji kan sama aku kalau kamu gak akan ninggalin
aku. Kamu akan selalu berada disampingku. Kamu ingat kan, kamu enggak lupa kan
Chandra”.
“Maafkan kami mba Masya. Kami sudah berusaha, tapi Tuhan
berkehendak lain” kata dokter “Chandra telah tiada” jelas dokternya
“Gak mungkin dok. Gak mungkin. Dokter pasti salah, tolong
periksa kembali dok”
“Maaf mba, mba Masya harus ikhlas”
“Tidaaaaaaakkkkk…. Chandra bangun sayang!” aku
mengguncang-guncang tubuhnya
“Masya” panggil Tania. Aku menoleh, Tania dan ibuku memasuki
ruangan. Ternyata ibuku sudah siuman.
“Chandra kenapa Sya? Tania mengeryitkan alisnya
“Maaf mba, ibu, kami tidak dapat menolong Chandra” ucap dokter
“Chandra, Chandra sudah gak lada Tania L. Chandra udah pergi ninggalin kita. Dia udah pergi
ninggalin aku” Tania memelukku. “Sabar Masya. Ini pasti ada hikmahnya” hibur
Tania.
Ibuku mendekatiku, Tania melepaskan pelukannya. Aku lalu memeluk
ibuku dengan isak tangis yang tak dapat ku tahan.
“Tania
sudah menjelaskan semuanya pada ibu. Ibu minta maaf karena selama ini, ibu
telah menentang hubungan kalian. Ibu sadar, ibu terlalu egois tidak mengerti
apa yang diinginkan oleh putri kesayangan ibu. Kamu yang sabar ya sayang, ibu
yakin Masya adalah wanita yang kuat”.
Ibuku
melepaskan pelukannya dan berjalan mendekati Chandra. “Chandra, kamu telah
berkorban banyak untuk ibu. Ibu minta maaf karena telah menentang hubunganmu
dengan Masya. Ibu tau ibu salah, ibu menyesal Chandra. Andai waktu bisa
diulang, ibu pasti merestui hubungan kalian. Tapi penyesalan selalu datang
terlambat. Semoga kamu tenang disana nak, doa ibu selalu menyertaimu” ucap
ibuku
Aku
kembali menggenggam tangan Chandra. Airmataku tak henti-hentinya mengalir.
Rasanya separuh jiwaku telah pergi bersama kepergiannya. Kuraih tangannya dan
kucium keningnya.
“I
LOVE YOU SAYANK. Kamu tetap yang terbaik. Gak aka nada yang bisa menggantikanmu
dihati ini. Selamat jalan sayang, istirahatlah dengan tenang, tunggu aku
disurga” kubisikkan kalimat itu ditelinganya. Berharap dia akan mendengar
pernyataanku itu.
*****
Setahun
kemudian
Seperti
biasa bunga-bunga dariku selalu menghiasi nisan kekasihku yang telah berpulang
lebih dulu. Kupanjatkan doa untuknya. “semoga kamu tenang sayang. Aku selalu
setia disini. Banyak pria yang datang menghampiriku, tapi tak satu pun yang
seperti dirimu. Kau tetap bintang keberuntunganku, walau kau sudah tiada”.
Aku mengusap airmataku. Kulihat sosok Chandra tengah berdiri
memandangiku. Dia tersenyum. Aku berdiri, kubalas senyumnya. Kemudia bayangan
itu pun menghilang.
“Aku tau, kamu selalu bersamaku. Kamu tidak akan pernah
meninggalkanku. Walau raga kita terpisah namun hati kita selalu bersama”
batinku
Aku melangkah menjauhi nisan Chandra. Aku berhenti dan menoleh
“Tunggu aku dikeabadian sayang. Aku akan datang sebagai permaisuri yang akan
menghiasi hari-harimu dengan cinta dan kasih sayang. Kamu gak perlu khawatirkan
aku disini. Aku gak akan macam-macam kok, sebab Hatiku Telah Hilang Bersama
Kepergianmu”.
THE END
By_Fatmawati KM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar